Bulan Oktober 2019 ini, sudah hampir selesai dan pergantian tahun pun tinggal beberapa bulan saja. Hmmm...tanpa disadari pasti sebagian dari kita, pernah sekedar menengok ke belakang. Mengingat semangat tentang target hidup yang pernah ditulis diawal tahun. Untuk saya pribadi, sudah hampir dua tahun belakangan ini, semenjak saya telah menyelesaikan sekolah di jenjang Strata, rasanya tidak pernah menulis mengenai target hidup (lagi).
Pantai dan warna biru langit yang menawan (@titisayuningsih) |
Apakah, saya pernah merasakan kekecewaan tentang goals yang tak kunjung terwujud? Pasti, itu dulu! Ya, dulu, saya termasuk orang yang rajin menulis tentang harapan-harapan apa saja yang menjadi target selama setahun. Namun, seiringnya berjalan waktu dan bertambahnya usia, entah kenapa, saya semakin enggan untuk menulis resolusi. Mengingat tentang resolusi waktu itu, ada beberapa yang sudah terwujud, pada sektor pendidikan contohnya, saya pun pernah merasakan melanjutkan ekstensi sambil bekerja. Dulu, saya pun mempunyai keinginan untuk menikah diusia idealnya perempuan dua puluh lima tahunan, namun, keinginan itu belum berjodoh juga, hehehe.
Memang benar, semakin bertambah usia, maka prioritas kehidupanmu secara tidak langsung akan berubah. Mungkin, saat usiamu, tujuh belas tahun, kamu pasti sangat 'visioner', ingin A, B, C, menjadi manusia multitalenta. Dan saat usiamu, menginjak dua puluh tahunan, masa di mana, lagi menikmati dunia pertemanan dan memasuki fase ke dunia kerja yang sangat asik dan menyenangkan. Menikmati hasil kerja sendiri, gajian setiap bulannya.
Dan saat ini, yang saya rasakan tentang target hidup, bukanlah sebagai tolak ukur kebahagiaan sesesorang. Maksudnya, jangan jadikan target hidup sebagai 'beban' dalam melangkah. Kalau bisa, saya ingin tak mempunyai target hidup, kenapa? Karena, sejujurnya, saya sedikit lelah dengan ketidakpastian. Terlalu memaksa diri untuk bisa A, atau ke B bahkan ke C. Rasanya, seperti berdosa pada diri sendiri yang mungkin bisa dikatakan terlalu ambisius untuk sebuah target.
Yang sedang saya rasakan saat ini, menginjak usia yang bisa dibilang sudah dewasa, adalah ingin menikmati hidup dengan semestinya. Ternyata, memaksakan diri itu tidak baik untuk kesehatan jiwa. Ketika, memasuki usia dua puluh lima tahunan, mungkin yang ada dibenakmu adalah sudah ah, gue sudah sampai di sini saja, bersyukur banget.
Yaiyalah, bersyukur sudah bisa menyelesaikan pendidikan, mempunyai teman yang selalu mendukung, hingga pekerjaan yang bisa dikatakan cukup untuk keuangan pribadi. Apa lagi yang masih dirisaukan? Kalau boleh jujur, hampir sudah setahun ini, saya mulai banyak belajar tentang 'self healing'. Saya suka mengikuti twitternya Mas Adjie. Bagi saya, untuk menjaga perasaan sendiri itu tidak mudah. Manusia itu mudahnya berubah. Ya, bisa persekian detik, ketika kita pilih A akan menjadi B. Bukan plin plan, akan tetapi pikiran kita memang tidak fokus.
Saya mulai belajar tentang mengikhlaskan diri untuk bisa menerima keadaan saat ini. Meski belum bisa sepenuhnya, tapi berusaha untuk 'mengerem' tentang obsesi yang kadang terlalu ketinggian. Kadang, di sisi lain, saya harus banyak bersyukur, di luar sana, masih ada yang berjuang untuk mendapatkan pekerjaan (contohnya), kita yang bekerja pasti merasakan sekali rasa lelah, karena macetnya jalanan ataupun pekerjaan kantor yang menyita pikiran dan waktu. Atau, ketika kamu melihat postingan social media, beberapa temanmu sudah memasuki fase membangun rumah tangga, dan kamu, masih sibuk menata mau ke mana, hihihi. Tenang! Percayalah, jodohmu sedang dipersiapkan oleh Tuhan :).
Apakah kamu juga termasuk golongan yang memiliki kekhawatiran mengenai masa depan? Eitsss tenang, kamu nggak sendirian. Saya pun pernah merasakan. Terlalu banyak obsesi di masa lalu, membuat saya menjadi 'visioner' di masa sekarang. Namun, saya mencoba untuk meredam 'visioner' dengan menata kembali yang sudah saya jalani di masa sekarang, memakai konsep Kun Fayakun :). Kembali lagi dengan target hidup, saran saya untuk kamu, di mana sedang menginjak usia memasuki dunia kerja, cobalah untuk belajar mengatur finansial dari sekarang. Belajar untuk realistis itu perlu, tapi harus ada jaraknya. Bukan apa-apa sih, cobalah untuk menyisihkan uang, agar bisa dialokasikan ke pernikahan atau pendidikan (maybe).
Jika kamu, lagi merasakan kebimbangan tentang perjalanan karir, eitsss itu sih wajar. Kadang, rasa lelah itu bisa jadi landasan untuk mencari yang terbaik lagi. Memang ya, zona nyaman itu berbahaya. Terlalu nyaman dengan keadaan dan lingkungan, bisa membuat jenuh juga, sik. Ada yang merasakan? Namun, cobalah untuk menarik napas dan melepaskan kembali, agar saat nanti membuat keputusan yang tepat. Memang, dalam kenyataan, saat teori dan praktik, pasti akan berbeda.
Kembali lagi ke individu masing-masing, bagi saya yang telah menginjak usia dua puluh lima tahunan sekian, membuat target hidup masih diperlukan, namun lebih baiknya, jika dari awal sudah menerapkan sikap lapang dada. Perlu diingat, target hidup harus disesuaikan keadaan nyata saat ini. Ya, lapang dada dengan ketidakpastian mengenai perjalanan harapanmu. Saya yang dulu, sangat terobsesi ingin A, B atau C, namun pada kenyataannya tak semuanya obsesi yang sudah dirancang terwujud. Ya, dari situ, saya banyak belajar dari pengalaman sendiri ataupun diskusi dengan teman, bahwa jangan lupa untuk memikirkan kesehatan jiwamu sendiri ya. Karena jiwamu berhak bahagia :)
Maafkan tulisan yang ngawur ini, hehehe.
Ada yang mau berbagi saran dikolom komentar? :)
Yaiyalah, bersyukur sudah bisa menyelesaikan pendidikan, mempunyai teman yang selalu mendukung, hingga pekerjaan yang bisa dikatakan cukup untuk keuangan pribadi. Apa lagi yang masih dirisaukan? Kalau boleh jujur, hampir sudah setahun ini, saya mulai banyak belajar tentang 'self healing'. Saya suka mengikuti twitternya Mas Adjie. Bagi saya, untuk menjaga perasaan sendiri itu tidak mudah. Manusia itu mudahnya berubah. Ya, bisa persekian detik, ketika kita pilih A akan menjadi B. Bukan plin plan, akan tetapi pikiran kita memang tidak fokus.
Saya mulai belajar tentang mengikhlaskan diri untuk bisa menerima keadaan saat ini. Meski belum bisa sepenuhnya, tapi berusaha untuk 'mengerem' tentang obsesi yang kadang terlalu ketinggian. Kadang, di sisi lain, saya harus banyak bersyukur, di luar sana, masih ada yang berjuang untuk mendapatkan pekerjaan (contohnya), kita yang bekerja pasti merasakan sekali rasa lelah, karena macetnya jalanan ataupun pekerjaan kantor yang menyita pikiran dan waktu. Atau, ketika kamu melihat postingan social media, beberapa temanmu sudah memasuki fase membangun rumah tangga, dan kamu, masih sibuk menata mau ke mana, hihihi. Tenang! Percayalah, jodohmu sedang dipersiapkan oleh Tuhan :).
Apakah kamu juga termasuk golongan yang memiliki kekhawatiran mengenai masa depan? Eitsss tenang, kamu nggak sendirian. Saya pun pernah merasakan. Terlalu banyak obsesi di masa lalu, membuat saya menjadi 'visioner' di masa sekarang. Namun, saya mencoba untuk meredam 'visioner' dengan menata kembali yang sudah saya jalani di masa sekarang, memakai konsep Kun Fayakun :). Kembali lagi dengan target hidup, saran saya untuk kamu, di mana sedang menginjak usia memasuki dunia kerja, cobalah untuk belajar mengatur finansial dari sekarang. Belajar untuk realistis itu perlu, tapi harus ada jaraknya. Bukan apa-apa sih, cobalah untuk menyisihkan uang, agar bisa dialokasikan ke pernikahan atau pendidikan (maybe).
Jika kamu, lagi merasakan kebimbangan tentang perjalanan karir, eitsss itu sih wajar. Kadang, rasa lelah itu bisa jadi landasan untuk mencari yang terbaik lagi. Memang ya, zona nyaman itu berbahaya. Terlalu nyaman dengan keadaan dan lingkungan, bisa membuat jenuh juga, sik. Ada yang merasakan? Namun, cobalah untuk menarik napas dan melepaskan kembali, agar saat nanti membuat keputusan yang tepat. Memang, dalam kenyataan, saat teori dan praktik, pasti akan berbeda.
Kembali lagi ke individu masing-masing, bagi saya yang telah menginjak usia dua puluh lima tahunan sekian, membuat target hidup masih diperlukan, namun lebih baiknya, jika dari awal sudah menerapkan sikap lapang dada. Perlu diingat, target hidup harus disesuaikan keadaan nyata saat ini. Ya, lapang dada dengan ketidakpastian mengenai perjalanan harapanmu. Saya yang dulu, sangat terobsesi ingin A, B atau C, namun pada kenyataannya tak semuanya obsesi yang sudah dirancang terwujud. Ya, dari situ, saya banyak belajar dari pengalaman sendiri ataupun diskusi dengan teman, bahwa jangan lupa untuk memikirkan kesehatan jiwamu sendiri ya. Karena jiwamu berhak bahagia :)
Maafkan tulisan yang ngawur ini, hehehe.
Ada yang mau berbagi saran dikolom komentar? :)
Kalo gak punya target ntar kayak pasrah banget gitu yah. Susah untuk maju
BalasHapusKalau saya sih suka bikin target, tapi kalau tidak tercapai saya selalu "yasudahlah" tidak terlalu dibawa pikiran banget. Termasuk dalam urusan ngeblog, belakangan ini jug lagi sering-seringnya bikin target. Tergantung pribadinya juga sih mba, ada yang jadi kerasa beban sendiri karena adanya target, tapi ada yang justru jadi semangat karena target. Jadi ya intinya mah hidup dibikin nyaman aja, mau ada target atau nggak, selama itu bikin nyaman ya lanjut terussszz hehehe.
BalasHapusBtw salam kenal ya mba.
Target hidup memang penting ya tapi semakin kita tua, kita lebih malah lebih butuh bersyukur dan ikhlas
BalasHapusKadang, Ipeh pun harus memasang target baik itu jangka panjang maupun jangka pendek. Meski nanti di tengah jalan ngga terwujud. Tapi, ternyata masang target itu bagian dari ikhtiar. Tetap semangat yaa Tis
BalasHapus